Sunday 3 April 2011

Ekologi Laut Tropis

link ke : http://yudamarinescience.blogspot.com/


EVOLUSI

Evolusi berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies.
Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Meskipun teori evolusi yang selalu identik dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teorievolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.

Darwin mengajukan lima teori perihal evolusi:
1. Bahwa kehidupan tidak tetap sama sejak awal keberadaannya
2. Kesamaan leluhur bagi semua makhluk hidup
3. Evolusi bersifat gradual (berangsur-angsur)
4. Terjadi pertambahan jumlah spesies dan percabangan garis keturunan
5. Seleksi alam merupakan mekanisme evolusi

SUKSESI

Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur dan proses dari energy yang tersedia disebut suksesi. Nama ini mencakup dimensi waktu ekosistem-ekosistem. Tampaknya perubahan dalam struktur memperbaiki adaptasi system dalam penggunaan sumberdaya. Program-progra mengenai suksesi menjadi bagain daripada struktur informasi system-sistem itu sendiri, dalam hal memperoleh mekanisme adaptasi untuk perubahan-perubahan eksternal dan variasi-variasi.
Suksesi meliputi seluruh sistem. Untuk contoh permukaan yang bersih-menerima cahaya, air, unsure hara, imigrasi biji-bijian dan hewan-hewan hidup dan menggunakan penyimpangan yang ada berkembang ke suatu tingkatan yang teratur. Dimana hal yang teratur tersebut adalah sering terjadi, suatu komponen-komponen yang baru kelompok (cluster) berkembang yang berupa suatu simpanan dan program suksesi yang siap untuk dibebaskan pabila permukaan tanah dibersihkan kembali.
Suksesi dibagi menjadi dua, diantaranya:
1. Suksesi primer, organisme mulai menempati wilayah baru yang belum ada kehidupan contohnya delta.
2. Sekunder, terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya kebakaran hutan.

FAKTOR PEMBATAS

Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem. Suatu organisme di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam pertumbuhan dan penyebaran jenis.

Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme adalah :

1. Cahaya Matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.

2. Suhu Udara
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplai air.

3. Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.

4. Ketinggian tempat
Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu udara semakin rendah.

5.Kuat arus
Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya.

oleh : Deri Novita 230210090076
R Marianto Tri Yuda 230210090085


Daftar Pustaka
Soemarwoto,Otto.(1985).EkologiLingkunganHidupdanPembangunan.Jakarta:Djambatan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi
http://bamacute.blogspot.com/2009/10/faktor-pembatas-ekosistem.html


EVOLUSI

Evolusi berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies.
Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Meskipun teori evolusi yang selalu identik dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teorievolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.

Darwin mengajukan lima teori perihal evolusi:
1. Bahwa kehidupan tidak tetap sama sejak awal keberadaannya
2. Kesamaan leluhur bagi semua makhluk hidup
3. Evolusi bersifat gradual (berangsur-angsur)
4. Terjadi pertambahan jumlah spesies dan percabangan garis keturunan
5. Seleksi alam merupakan mekanisme evolusi

SUKSESI

Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur dan proses dari energy yang tersedia disebut suksesi. Nama ini mencakup dimensi waktu ekosistem-ekosistem. Tampaknya perubahan dalam struktur memperbaiki adaptasi system dalam penggunaan sumberdaya. Program-progra mengenai suksesi menjadi bagain daripada struktur informasi system-sistem itu sendiri, dalam hal memperoleh mekanisme adaptasi untuk perubahan-perubahan eksternal dan variasi-variasi.
Suksesi meliputi seluruh sistem. Untuk contoh permukaan yang bersih-menerima cahaya, air, unsure hara, imigrasi biji-bijian dan hewan-hewan hidup dan menggunakan penyimpangan yang ada berkembang ke suatu tingkatan yang teratur. Dimana hal yang teratur tersebut adalah sering terjadi, suatu komponen-komponen yang baru kelompok (cluster) berkembang yang berupa suatu simpanan dan program suksesi yang siap untuk dibebaskan pabila permukaan tanah dibersihkan kembali.
Suksesi dibagi menjadi dua, diantaranya:

1. Suksesi primer, organisme mulai menempati wilayah baru yang belum ada kehidupan contohnya delta.
2. Sekunder, terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya kebakaran hutan.

FAKTOR PEMBATAS

Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem. Suatu organisme di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam pertumbuhan dan penyebaran jenis.

Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme adalah :

1. Cahaya Matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.

2. Suhu Udara
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplai air.

3. Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.

4. Ketinggian tempat
Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu udara semakin rendah.

5.Kuat arus
Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya.

oleh : Deri Novita 230210090076
R Marianto Tri Yuda 230210090085


Daftar Pustaka
Soemarwoto,Otto.(1985).EkologiLingkunganHidupdanPembangunan.Jakarta:Djambatan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi
http://bamacute.blogspot.com/2009/10/faktor-pembatas-ekosistem.html

Sunday 20 March 2011

MULTI-BEAM ECHOSOUNDER

Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed), bebrapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat area liputan.
Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi ( 0,1m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).
Tujuan utama dari pemetaan dasar laut adalah untukmengetahui kondisi topografi dasar laut. Pemetaan ini dilakukan dengan mengirimkan gelombang suara ke dasar laut menggunakan transmitter dan jika gelombang suara tersebut mengenai dasar laut, maka sebagian gelombangnya akan dipantulkan kembali yang kemudian gelombang pantul ini diterima oleh receiver. Transmitter adalah alat yang digunakan untuk mengirimkan gelombang suara ke dasar laut, sedangkan receiver adalah alat yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang suara. Dengan mengetahui alat yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang suara yang dipancarkan, maka jarak sumber suara ke dasar laut dapat kembali, karena sebelumnya kita telah mengetahui besarnya kecepatan gelombang suara yang merambat dalam.
Pada awal pengembangannya, pemetaan dasar laut hanya menggunakan single beam echosounder. Single beam echosounder adalah alat yang mengirimkan sinyal ke dasar laut dengan kanal tunggal. Prinsip kerja dasar alat ini yaitu ketika sekali mengirimkan gelombang suara, maka hanya akan mendapat satu titik dasar laut yang diketahui. Namun teknologi ini masih dipakai secara luas untuk pemetaan dasar laut. Gambar 1 memperlihatkan bahwa satu transmitter mengirimkan gelombang suara ke dasar laut, sebagian gelombang suara ketika mengenai dasar laut akan dipantulkan kembali ke permukaan laut dan kemudian gelombang ii diterima receiver.
Sedangkan multi beam echosounder merupakan system pemetaan dasar laut dengan menggunakan banyak beam. Dengan system ini, setiap kali gelombang suara dikirimkan ke dasar laut, maka akan diperoleh banyak titik kedalaman dasar laut. Hal ini diperoleh karena pada system ini digunakan transmitter dan receiver yang banyak.





Dari gambar 2 terlihat ketika gelombang suara yang dikirimkan ke dasar laut mengenai dasar, maka sebagian gelombangnya akan dipantulkan kembali ke permukaan air, dan akan diterima oleh receiver yang jumlahnya banyak.
keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan multi beam adalah biaya yang efektif karena akan diperoleh peta batimetri yang detail dengan cakupan area yang sangat luas. Secara singkat, jika menggunakan single beam maka kedalaman yang diperoleh berupa titik, sedangkan menggunakan multi beam akan diperoleh satu sapuan kedalaman yang berupa garis.
PEREKAMAN DATA KECEPATAN SUARA

Sebelum memulai pemetaan dasar laut dilakukan pengambilan data kecepatan suara di daerah survey, yang dilakukan dengan menggunakan CTD. CTD adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data data oseanografi seperti salinitas, temperature, kecepatan suara, dan lain lain. Data kecepatan suara ini digunakan untuk perekaman data batimetri daerah survey. Data ini dimasukkan pada system yang digunakan untuk perekaman data. Tujuan pengambilan kecepatan suara adalah untuk mendapatkan waktu tempuh gelombang suara yang akurat, sehingga akan dihasilkan nilai kedalaman yang akurat juga. Gambar 3 merupakan contoh kecepatan suara yang diperoleh menggunakan CTD.



KALIBRASI

Kalibrasi sensor sensor system multibeam echosounder akan sangat menentukan kualitas data yang dikumpulkan dengan menggunakan multibeam echosounder.
Kalibrasi dilakukan dengan membuat satu jalur sapuan multibeam dengan panjang sekitar dua hingga tiga nautical miles. Pada garis ini dilakukan pengambilan data batimetri sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan data yang pertama dan kedua dilakukan dengan kecepatan sama, sedangkan yang ketiga, pengambilan data dilakukan dengan kecepatan setengah dari sebelumnya. Ketiga data yang terkumpul ini akan digunakan untuk besarnya nilai pitch (anggukan), roll (gelengan) kapal, time delay, dan heading(arah kapal).
Tujuan kalibrasi roll adalah untuk mencari besarnya nilai koefisien koreksi roll, sehingga kedalaman yang terukur menjadi akurat. Kalibrasi ini dilakukan dengan membuat satu garis sapuan multibeam dengan memilih dasar laut yang datar. Pada garis ini dilakukan pengambilan data kedalaman sebanyak dua kali bolak balik dengan kecepatan sama, dan dibuat koridor untuk memperoleh nilai koefisien rollnya.
Tujuan kalibrasi pitch adalah untuk mencari besarnya nilai koefisien koreksi pitch dan time delay, sehingga kedalaman yang terukur menjadi akurat. Tujuan utama dari kalibrasi heading adalah untuk mencari besarnya nilai koefisien koreksi heading, sehingga kedalaman yang terukur jadi akurat.

PEREKAMAN DATA

Setelah diperoleh data sound velocity, dan koefisien koefisien dari hasil kalibrasi roll, pitch, time delay, dan heading, maka nilai nilai itu dimasukkan pada system peralatan multibeam echosounder yang digunakan untuk perekaman data batimetri. Perekaman data batimetri dilakukan dengan membuat lintasan yang seefisien mungkin, sehingga seluruh daerah survey dapat dicakup selurunhnya dalam waktu sesingkat mungkin.contoh lintasan perekaman data:



Pada saat perekaman data, transducer(alat penghasil sinyal) yang terpasang di kapal yang dilengkapi transmitter yang berfungsi mengirimkan gelombang suara ke dalam air dan receiver untuk menerima pantulan gelombang suara oleh permukaan dasar laut. Selama akuisisi berkangsung yang terjadi adalah perekaman data pantulan gelombang suara yang diterima receiver yaitu gelombang suara yang dikirim transmitter.

PEMROSESAN DATA

1. Koreksi posisi untuk menempatkan data yang terekam pada posisi yang sebenarnya.
2. Koreksi kedalaman untuk mengatasi adanya kesalahan kesalahan sistematik dalam perhitungan kedalaman.
3. Data cleaning untuk menghilangkan data yang tidak diinginkan atau noise yang disebabkan kesalahan elektronik atau kurang tepatnya profil kecepatan suara yang dipakai.




4. Terrain modeling untuk memperoleh gambaran bentuk morfologi dasar laut dengan menginterpolasikan data data terkoreksi yang sudah diperoleh.



5. Survey batimetri digunakan menggunakan echosounder. Prinsipnya mengirimkan sinyal ke dasar laut dan merekam waktu tempuh sinyal yang telah sipantulkan oleh dasar laut.



Beyer,A.;R.Rathlau and H.W.Schenke 2005. Multibeam bathymetry of the Harkon Mosby Mud Vulcano. Marine Geophysical Research 26:61-75.
Chong,S.H,2006. Hydrographic Survey Using Multibeam Echosounder, National Oceanographic Research Institute, Incheon,South Korea:10 pp.
Anonim 2004a. Neptune bathymetric post processing, Horten, Norway:504 pp.
Anonym 2004b. Cfloor User Guide, Oslo, Norway:920 pp.
Anonim 2005. SIS, Seafloor Information System,Horten, Norway:420 pp.
Raytheon 1986. Instruction manual for DE719C fathometer precision survey depth recorder. Manchester. England:47 pp.

Tuesday 11 January 2011

ni hari capek bgt dah...
poto2an bareng 3 angkatan...
lama banget.
besok ujian terakhir
horray horray horray...

Saturday 18 September 2010

koshiroku,
toku wa hitoranarazu kanaratu tonari aru.....

Wednesday 21 April 2010

depression anymore

MAKALAH MIKROBIOLOGI
IDENTIFIKASI MIKROBA BERDASARKAN SIFAT GENETIKA




Disusun Oleh:
Kelompok 6
(gelombang 2 praktikum mikrobiologi)










UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2010
TIM PENYUSUN:

Kelompok 6
(gelombang 2 praktikum mikrobiologi)

1.Firdaus Nuzula (230210090078)
2.Deri Novita (230210090076)
3.M. Ihsan Hambali (230210090075)
4.Ahmad Deniza D.P. (230210090077)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada kami untuk menyelesaikan makalah tentang identifikasi mikroba berdasarkan sifat genetika ini dan akhirnya dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tiada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari sempurna, hal ini tidak lepas dari kurangnya pengetahuan serta pengalaman dari tim penyusun. Untuk itu kami dengan terbuka menerima segala kritik dan saran.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua khususnya bagi teman-teman mahasiswa program studi Ilmu kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.



Tim Penyusun

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I : PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang............................................................ 5
1.2 Tujuan Penulisan .........................................................5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.............................................................6
2.1 Pengertian Genetika......................................................6
2.2 Genetika Pada Mikroba...................................................7
BAB III: PEMBAHASAN.....................................................................9
3.1 Keterkaitan Sifat Genetik................................................9
3.2 Indentifikasi Mikroba.....................................................10
KESIMPULAN................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................16


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ada yang dengan singkat mengatakan, genetika adalah ilmu tentang gen. Nama "genetika" diperkenalkan oleh William Bateson pada suatu surat pribadi kepada Adam Chadwick dan ia menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika ke-3 pada tahun 1906. Genetika atau gen ialah layaknya sebuah sediaan data pada fisiologi manusia. Perbedaan fisik manusia yg hidup di timur dan barat adalah karena gen yang dimiliki berbeda. Oleh karena itu, gen memegang peran penting untuk sebuah keturunan.
Lalu ditulisnya makalah ini adalah sebagai bahan belajaran bagi kami khususnya tim penyusun dan umumnya untuk mahasiswa Ilmu Kelautan dan juga untuk memenuhi tugas yang telah diberikan.

1.2 Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat antara lain sebagai bahan belajaran bagi mahasiswa Ilmu Kelautan dan juga untuk memenuhi tugas yang telah diberikan kepada kami.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Genetika
Genetika (dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang berarti "melahirkan") merupakan cabang biologi yang penting saat ini. Ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Ada pula yang dengan singkat mengatakan, genetika adalah ilmu tentang gen. Nama "genetika" diperkenalkan oleh William Bateson pada suatu surat pribadi kepada Adam Chadwick dan ia menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika ke-3 pada tahun 1906.
Meskipun orang biasanya menetapkan genetika dimulai dengan ditemukannya kembali naskah artikel yang ditulis Gregor Mendel pada tahun 1900, sebetulnya kajian genetika sudah dikenal sejak masa prasejarah, seperti domestikasi dan pengembangan trah-trah murni (pemuliaan) ternak dan tanaman. Orang juga sudah mengenal efek persilangan dan perkawinan sekerabat serta membuat sejumlah prosedur dan peraturan mengenai hal tersebut sejak sebelum genetika berdiri sebagai ilmu yang mandiri. Silsilah tentang penyakit pada keluarga, misalnya, sudah dikaji orang sebelum itu. Kala itu, kajian semacam ini disebut "ilmu pewarisan" atau hereditas.


2.2 Genetika Pada Mikroba
Penelaahan tentang genetika pertama kali dilakukan oleh seorang ahli botani bangsa Austria, Gregor Mendel pada tanaman kacang polongnya. Pada tahun 1860-an ia menyilangkan galur-galur kacang polong dan mempelajari akibat-akibatnya. Hasilnya antara lain terjadi perubahan-perubahan pada warna,bentuk, ukuran, dan siat-sifat lain dari kacang polong tersebut.penelitian inilah ia mengembangkan hukum-hukum dasar kebakaan. Hukum kebakaan berlaku umum bagi semua bentuk kehidupan. Hukum-hukum mendel berlaku manusia dan juga organisme percobaan dahulu amat populer dalam genetika, yakni lalat buah Drosophila. Namun sekarang, percobaan-percobaan ilmu kebakaan dengan menggunakan bakteri Escherichia coli. Bakteri ini di pilih karena paling mudah di pelajari pada taraf molekuler sehingga merupakan organisme pilihan bagi banyak ahli genetika. Hal ini membantu perkembangan bidang genetika mikroba. Jasad renik yang di pelajari dalam bidang genetika mikroba meliputi bakteri, khamir, kapang, dan virus.

Genetika mikrobia telah mengungkapkan bahwa gen terdiri dari DNA, suatu pengamatan yang melekat dasar bagi biologi molekuler. Penemuan selanjutnya dari bakteri telahmengungkapkan adanya restriction enzymes (enzim restriksi) yang memotong DNA pada tempat spesifik, menghasilkan fragmen potongan DNA. Plasmida diidentifikasikan sebagai elemen genetika kecil yang mampu melakukan replikasi diri pada bakteri dan ragi. Pengenalan dari sebuah fragmen potongan DNA kedalam suatu plasmid memungkinkan fragmen di perbanyak (teramplifikasi). Amplifikasi regio DNA spesifik dapat di capai oleh enzim bakteri menggunakan polymerase chain reaction (PCR) atau metode amplifikasi nukleotida berdasar enzim yang lain (misalnya amplifikasi berdasar transkripsi). DNA yang di masukkan kedalam plasmid dapat di kontrol oleh promoter ekspresi pada bakteri yang mengamati protein, di ekspresi pada tingkat tinggi. Genetika bakteri mendasari perkembangan rekayasa genetika, suatu teknologi yang bertanggung jawab terhadap perkembangan di bidang kedokteran.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keterkaitan Sifat Genetik

Metode klasifikasi yang paling cermat adalah keterkaitan sifat genetika anta organisme. Metode ini paling obyektif dan didasarkan pada DNA. Pada tahun 1960, cabang ilmu yang disebut biologi molekuler menggunakan teknik untuk melihat kesamaan DNA antar organisme. Pada mulanya kesamaan yang dibadingkan hanyalah % mol G + C saja. Organisme yang berkaitan erat memiliki % G +C yang sama, sebaliknya organisme yang jauh berbeda memiliki nilai % G + C yang berbeda pula. Namun demikian, organisme yang tidak berkaitan mungkin saja memiliki % G + C yang sama. Oleh karena itu dicari metode perbandingan yang lebih cermat dengan cara membandingkan urutan dari nukleotida. Urutan nukleotida inilah yang merupakan ciri dasar suatu organisme.
Metode yang sering digunakan untuk melihat keterkaitan genetik adalah :
1.Homologi DNA
DNA dipanaskan sehingga terurai menjari untaian tunggal. Untaian tunggal ini kemudian dicampur dengan organisme lainnya dan didinginkan kembali. Bila dua organisme ini berkaitan erat maka akan terbentuk Heterodupleks. Ini berarti untaian dari satu organisme akan berpasangan dengan untaian dari organisme lainnya. Bila tidak ada keterkaitan tidak akan terlihat heterodupleks. Metode ini paling berguna dalam tingkat klasifikasi species.
2. Homologi RNA ribosom dan ribosomal RNA oligonukleotida
Dua organisme dapat saja tidak erat kaitannya, tetapi masih memperlihatkan homologi DNA. rRNA yang disandi oleh sebagian DNA yang disebut sebagai RNA sistron. Pada bakteri ternyata rRNA cistron ini “highly conserved” lestari. Ini berarti bahwa selama evolusi cistron ini memperlihatkan perubahan yang lebih sedikit di badingkan dengan bagian DNA yang lain

3.2 Identifikasi Mikroba

Bentuk yang paling dapat diandalkan identifikasi mikroba adalah DNA sequencing. Ini cepat, akurat, dan tepat metode ini umumnya lebih disukai di laboratorium yang membutuhkan kontrol kontaminasi ketat. Untuk laboratorium dengan cakrawala waktu yang lebih lama dan kebutuhan kemurnian kurang ketat, fenotipik dan metode biokimia dapat digunakan.
Mekanisme yang menunjukan bahwa sekuen nukleotida di dalam gen menentukan sekuens asam amino pada pembentukan protein adalah sebagai berikut:
1. Suatu enzim amino sel bakteri yang disebut enzim RNA polimerase membentuk satu rantai oliribonukleotida (= messesnger RNA = mRNA) dari rantai DNA yang ada. Proses ini diseut transkripsi. Jadi pada transkripsi DNA, terbentuk satu rantai RNA yang komplementer denagan salah satu rantai double helix dari DNA.
2. Secara enzimatik asam amino akan teraktifasi dan di transfer kepada transfer kepada transfer RNA (= tRNA yang mempunyai daptor basa yang komplementer dengan basa mRNA di satu ujungnya dan mempunyai asam amino spesifik di ujung lainnya tiga buah basa pada mRNA di sebut triplet basa yang lazim disebut sebagai kodon untuk suatu asam amino.
3. mRNA dan tRNA bersama-sama menuju kepermukaan ribosom kuman, dan disinilah rantai polipeptida terbentuk sampai seluruhkodon selesai dibaca menjadi menjadi suatu sekwen asam amino yang membentuk protein tertentu. Proses ini disebut translasi.
Transposon
Transposon tidak membawa informasi genetika yang dibutuhkan untuk memasangkan replikasi sendiri terhadap pembagian sel, sehingga perkembangbiakannya tergantung pada penyatuan fisiknya dengan replika bakteri. Penyatuan ini dibantu oleh kemampuan transposon untuk membentuk tiruannya sendiri, yang mungkin disisipkan dalam replika yang sama atau mungkin disatukan pada replika lainnya. Spesifisitas dari rangkaian pada bagian sisipan biasanya rendah, sehingga transposon kadang cenderung menyisip dalam sistem acak. Sebagian besar plasmida ditransfer antar sel-sel bakteri, dan penyisipan dari sebuah transposon ke dalam suatu plasmida bisa menyebabkan penyebaran dalam sebuah populasi.
Fagus
Bakteriofagus menunjukkan cukup banyak keragaman dalam sifat dasar asam nukleat mereka, dan perbedaan ini direfleksikan pada bentuk replikasi yang berbeda. Berbagai strategi perkembangbiakan pada dasarnya ditunjukkan oleh fagus litik dan temperature. Fagus litik menghasilkan banyak tiruan mereka sendiri dalam satu laju pertumbuhan tunggal. Fagus temperatur membentuk mereka sendiri sebagai profagus, baik dengan bagian replika yang terbentuk atau dengan membentuk replika bebas.
Pita DNA ganda dari banyak litik adalah linear dan fase pertama dari replikasinya merupakan pembentukan DNA sirkular. Proses ini tergantung pada ujung-ujung kohesif, ekor pita tunggal pelengkap DNA yang berhibridasi. Ligasi, pembentukan sebuah ikatan fosfodiester antar ekornya, meningkatkan DNA sitkular yang terikat secara kovalen yang mungkin mengalami replikasi dengan cara yang serupa dengan yang digunakan untuk replika lainnya. Pembelahan dari lingkaran sel menghasilkan DNA linear yang terbungkus dalam lapisan protein unuk membentuk fagus turunan.
Pita tunggal DNA dari fagus filamentus diubah menjadi sebuah bentuk replikatif pita ganda sirkular. Sebuah pita bentuk replikatif digunakan sebagai model dalam suatu proses yang terus menerus yang menghasilkan pita DNA. Modelnya adalah lingkaran berputar, dan pita tunggal DNA yang dihasilkan terbelah dan terbungkus protein untuk pengelupasan ekstraseluler.
Ditunjukkan diantara pita tunggal RNA, fagus merupakan partikel ekstraseluler terkecil yang mengandung informasi untuk membantu replikasi diri mereka sendiri. RNA dari fagus MS2 misalnya, berisi (kurang dari 4000 nukleotida) tiga gen yang bias berlaku seperti mRNA yang mengikuti infeksi. Satu gen mewakili protein pelindung dan yang lain mewakili polimerase RNA yang menghasilkan bentuk replikatif adalah inti partikel infeksi baru. Mekanisme perkembangbiakan retrovirus, virus-virus RNA hewan yang menggunakan RNA sebagai model untuk sintesis DNA.
Beberapa bakteriofagus sederhana yang dicontohkan oleh fagus P1 E. coli dapat dibentuk pada tahap profagus sebagai plasmida. Pita ganda DNA dari bakteriofagus sederhana lainnya terbentuk sebagai profagus melalui penyisipannya dalam kromosom induk. Tempat penyisipannya mungkin cukup spesifik, seperti yang dicontohkan oleh penyatuan fagus E. coli pada lokus int. tunggal pada kromosom bakteri.
Ekstraksi Genom DNA
Genom DNA V. parahaemolyticus diekstraksi dengan metoda Boil Cell Extraction (BCE). Sejumlah 1 ml kultur dipindahkan kedalam tabung eppendorf, lalu disentrifus pada 10.000 rpm selama 5 menit, supernatan dibuang, endapan disuspensikan dalam 1 ml aquadest steril lalu divorteks. Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Selanjutnya diinkubasi 10 menit dalam oC kemudian lemari pendingin dengan suhu -20disentrifus pada 10.000 rpm selama 5 menit, supernatan dipindahkan kedalam eppendrof baru dan cairan ini digunakan untuk proses PCR. Sebanyak 2µl template DNA dicampur dengan pereaksi PCR yaitu 10 x PCR buffer PCR, 25 mM MgCl , Primer 1 Primer 2, 10 mM dNTPS (Deoksi 2 dan enzim Taq Polymerase Nukleotida Trifosfat)Di dalam eppendorf 0,2ml. Mesin PCR telah diprogram masing masing sebagai berikut: 0 0C (5 menit), denaturasi 94 C (1 predenaturasi 960menit), annealing (Pengikatan) pada 63C (1,5 0menit), extension (pemanjangan) 72C (1,5 menit) 0C (7 menit). elongation (pemanjangan akhir) 72Semua proses berjalan selama 20 siklus.
Elektroforesa
Teknik elektroforesa dilakukan pada gel agarosa 1.2% menggunakan TBE 1x pada tegangan 150 Volt selama 5 menit, kemudian dilanjutkan pada tegangan 80 Volt selama 50 menit untuk mengidentifikasi gen toxR pada campuran setelah proses PCR selesai. Untuk memudahkan pengamatan, gel diwarnai dengan 0.5 µg/ml larutan editium bromida selama 5-10 menit dan dilihat gambarannya dengan DNA Gel Documentation System. Pada photo dapat dilihat pola pemisahan pita-pita DNA yang ukurannya diketahui melalui perbandingan dengan ukuran pita-pita standar “1 Kb DNA ladder”, dimana ukuran pita-pita DNA V. parahaemolyticus untuk toxR adalah 368 bp.
Gen bakteri biasanya terdapat dalam molekul DNA (asam deoksirinukleat) tunggal, meskipun dikenal pula adanya materi genetik di luar kromosom (ekstra kromosomal), yang di sebut plasmid, yang tersebar luas dalam populasi bakteri.


KESIMPULAN

Genetika mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion).
Salah satu cara mengidentifikasi mikroba dengan sifat genetikanya.
Metode yang sering digunakan untuk melihat keterkaitan genetik adalah homologi DNA dan homologi RNA ribosom dan ribosomal RNA oligonukleotida.
Bentuk yang paling dapat diandalkan identifikasi mikroba adalah DNA sequencing.
Gen bakteri biasanya terdapat dalam molekul DNA (asam deoksirinukleat) tunggal, meskipun dikenal pula adanya materi genetik di luar kromosom (ekstra kromosomal), yang di sebut plasmid, yang tersebar luas dalam populasi bakteri.









DAFTAR PUSTAKA

Chaitov L. & Trenev N. 1990. Probiotics: the Revolutionary
“Friendly Bacteria” Way to Vital Health and Well-Being.
United Kindom: Thorson Publication Group.
Effendi, I. 2002. Probiotics for Marine Organism Disease Protection.Pekanbaru: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Effendi, I. 1994. Bioteknologi Kelautan. Pekanbaru: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Feliatra. 2002. Implementasi dan pengembangan bioteknologi kalutan dalam upaya optimalisasi pemanfaatan laut Indonesia.
Makalah dalam Pengukuhan Guru Besar. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru,
5 November 2002.

Thursday 15 April 2010

UTS mikrobiologi

DERI NOVITA
230210090076

1. abiogenesis :teori yang mengemukakan pendapat paham bahwa makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan
biogenesis :teori yang menyatakan bahwasetiap makkhluk hidup berasal dari telur,setiap telur berasal dari makhluk hidup, setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
2.bakteri berspora : bakteri yang tahan terhadap panas
John Tyndall (1820-1893), dalam suatu percobaannya juga mendukung
pendapat Pasteur. Cairan bahan organik yang sudah dipanaskan dalam air garam yang
mendidih selama 5 menit dan diletakkan di dalam ruangan bebas debu, ternyata tidak akan membusuk walaupun disimpan dalam waktu berbulan-bulan, tetapi apabila tanpa pemanasan maka akan terjadi pembusukan. Dari percobaan Tyndall ditemukan adanya fase termolabil (tidak tahan pemanasan, saat bakteri melakukan pertumbuhan) dan termoresisten pada bakteri (sangat tahan terhadap panas). Dari penyelidikan ahli botani Jerman yang bernama Ferdinand Cohn, dapat diketahui secara mikroskopis bahwa pada fase termoresisten, bakteri dapat membentuk endospora.
Dengan penemuan tersebut, maka dicari cara untuk sterilisasi bahan yang
mengandung bakteri pembentuk spora, yaitu dengan pemanasan yang terputus dan diulang beberapa kali atau dikenal sebagai Tyndallisasi. Pemanasan dilakukan pada suhu 100o
C selama 30 menit, kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam, cara ini diulang sebanyak 3 kali. Saat dibiarkan pada suhu kamar, bakteri berspora yang masih hidup akan berkecambah membentuk fase pertumbuhan / termolabil, sehingga dapat dimatikan pada pemanasan berikutnya.

3.virus
Proses-proses pada siklus litik
Siklus litik:
* Waktu relatif singkat
* Menonaktifkan bakteri
* Berproduksi dengan bebas tanpa terikat pada kromosom bakteri
Proses-proses pada siklus lisogenik
Reduksi dari siklus litik ke provirus (dimana materi genetik virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami pembelahan biner dan provirus keluar dari kromosom bakteri.

bakteri
Cara Perkembangbiakan bakteri:
Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara aseksual (vegetatif = tak kawin) dengan membelah diri. Pembelahan sel pada bakteri adalah pembelahan biner yaitu setiap sel membelah menjadi dua.

Reproduksi bakteri secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan bakteri lainnya.
Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA.

Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.
2. Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus bakteri).
3. Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.

4.Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch ialah 4 kriteria yang dirumuskan Robert Koch pada 1884 dan disaring dan diterbitkannya pada 1890. Menurut Koch, keempatnya harus dipenuhi untuk menentukan hubungan sebab-musabab antara parasit dan penyakit. Ia menerapkannyauntuk untuk menentukan etiologi antraks dan tuberkulosis, namun semuanya telah dierapkan pada penyakit lain.
Isi postulat Koch adalah:

* Organisme (parasit) harus ditemukan dalam hewan yang sakit, tidak pada yang sehat.
* Organisme harus diisolasi dari hewan sakit dan dibiakkan dalam kultur murni.
* Organisme yang dikulturkan harus menimbulkan penyakit pada hewan yang sehat.
* Organisme tersebut harus diisolasi ulang dari hewan yang dicobakan tersebut

Bagaimanapun, harus diperhatikan bahwa Koch mengabaikan bagian kedua dari postulat pertama (organisme penyakit tidak ditemukan pada hewan sehat), ketika ia menembukan karier asimtomatik atau tak bertanda pada kolera. Kemudian karier asimtomatik bertambah seiiring ditemukannya virus seperti polio, herpes simpleks, HIV dan hepatitis C. Postulat ketiganya pun tidak selalu terjadi.

Postulat River (1937)dapat digunakan untuk membuktikan penyakit yang disebabkan oleh virus, yaitu:
1. Virus harus berada didalam sel inang.
2. filtrat bahan yang terinfeksi tidak mengandung mikroba lain yang dapat ditumbuhkan dalam media buatan
3. Filtra dapa tmenimbulkan penyakit pada jasad yang peka
4.filtrat tersebut harus dapat menimbulkan kembali penyakit yang sama.

5. PENGELOMPOKAN MIKROBA
- chemotroph membutuhkan zat kimia untuk energi, sedangkan phptoroph memerlukan energi radiasi (cahaya)
-berdasarkan itu dan kriteria kebutuhan sumber karbon,mikroba dibagi chemo autotroph,chemo heterotroph, photo autotropf, photo heterotroph

6. Domain
Woese dan kawan-kawan menggunakan kajian rRNA untuk mengelompokkan seluruh organisme ke dalam tiga domain
1 Bakteri – meliputi sebagian besar prokariot; dinding sel mengandung asam muramik; lipid membran mengandung asam lemak rantai lurus yang diikatkan oleh ikatan ESTER
2 Archaea – prokariot yang kekurangan asam muramik, mempunyai lipid yang mengandung rantai alifatik bercabang yang dihubungkan oleh ikatan ETER, kekurangan timidin pada tangan T molekul tRNA, mempunyai RNA polimerase jelas (distinctive), dan mempunyai ribosom dengan komposisi dan bentuk berbeda dengan yang terdapat di bakteri
3 Eukaria – mempunyai yang struktur organ yang dilapisi oleh membran yang lebih kompleks
Beberapa pohon filogenetik berbeda telah diusulkan yang menghubungkan domain utama; beberapa pohon yang diusulkan tidak medukung pola tiga domain.
Salah satu kesulitan dalam mengkonstruksi suatu pohon filogenetik adalah transfer gen horisontal yang sering terjadi secara luas; pohon yang lebih benar, mungkin menyerupai jejaring dengan banyak percabangan lateral yang menghubungan bermacam-macam anak cabang (trunks)
Kingdom
Sistem lima kingdom yang diusulkan oleh Whittaker, yang pada awal diterima secara luas, adalah:
1 Hewan-eukariot multiseluer dan tidak berdinding sel dan nutrisi ingestive
2 Tumbuhan-eukariot multiseluler berdinding sel dan nutrisi fotoautotropik (photoautotrophic nutrition)
3 Jamur (Fungi)-eukariot multiseluler dan uniseluler berdinding sel dan nutrisi absorptif (absorptive nutrition)
4 Protista-eukariot uniseluler dengan bermacam-macam mekanisme nutrisi
5 Monera (Prokariot)-seluruh organisme prokariotik
Banyak ahli biologi tidak menerima sistem Whittaker, terutama disebabkan sistem tersebut tidak membedakan bakteri dan archaea
Beberapa sistem alternatif telah disarankan, seperti sistem enam kingdom dan dua kerajaan (empire), delapan kingdom

7.berdasar bentuk:
1. Bentuk batang / silindris. ex:diplobasil
2. Bentuk bulat / kokus ex: streptococcus
3. Bentuk spiral / spirilium. ex: Vibrio coma
a) Bentuk silindris (batang)

Dibedakan atas:
1. Basil tunggal, berupa batang tunggal, contohnya Escherchia coli dan Salmonella typi.
2. Diplobasil; berbentuk batang bergandengan dua – dua.
3. Streptobasil; berupa batang bergandengan seperti rantai, contohnya Streptobacillus moniliformis dan Azotobacter sp.
b) Bentuk bulat (kolon)

Bakteri berbentuk bulat (kokus = sferis/tidak bulat betul) dibagi mejadi bentuk – bentuk sebagai berikut:
1. Monokokus,berbentuk bulat, satu – satu, contohnya Monococcus gonorhoe.
2. Diplokokus, bentuknya bulat bergandengan dua – dua, misalnya Diplococcus pneumonia.
3. Streptokokus, memiliki bentuk bulat bergandengan seperti rantai, sebagai hasil pembelahan sel kesatu atau dua arah dalam satu garis.
4. Tetrakokus, berbentuk bulat terdiri 4 sel yang tersusun dalam bentuk bujur sangkar sebagai hasil pembelahan sel kedua arah.
5. Sarkina, berbentuk bulat terdiri atas 8 sel yang tersusun dalam bentuk kubus sebagai hasil pembelahan sel ketiga arah, contohnya Sarcia sp.
6. Stafilokokus, berbentuk bulat, tersusun seperti kelompok buah anggur sebagai hasil pembelahan sel ke segala arah.

c) Bentuk Spiral

Di bagi menjadi:
1. Koma (vibrio); berbentuk lengkungan kurang dari setengah lingkaran, contoh nya Vibrio coma, penyebab penyakit kolera.
2. Spiral; berupa lengkunagn lebih dari setengah lingkaran , contohnya Spirillium minor yang menyebabkan demam dengan perantara gigitan tikus atau hewanpengerat lainnya.
3. Spiroooseta; berupa spiral yang halus dan lentur, contohnya Treponema pallisum, penyebab penyakit sifilis.

Bentuk – bentuk bakteri

Berdasarkan cara hidupnya , bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri heterotrof dan autotrof.
a) Bakteri heterotrof.

Bakteri kelompok ini tidak berklorofil, sangat bergantung pada bahan organic yang ada disekitar tubuhnya, karena bakteri tesbut tidak dapat mengubah baha anorganik menjadi bahan organic. Bakteri heterotrof di badakan menjadi:
1. Bakteri parasit
Mendapatkan makanan dari organism lain yang ditumpanginya (inang) contohnya family spirochaetaceae (parasit dalam usus moluska bercangkang dua).


2. Bakteri saprofit (saprobakter)
Bakteri saprofit adalah bakteri yang kebutuhan makanannya diperoleh dari sissa – sisa makanan organism lain yang telah mati.
Bakteri jenis ini merombak bahan organic menjadi bahan anorganik melalui fermentasi atau respirasi tak sempurna. Proses perombakan biasanya menghasilkan gas – gas CO2, H2, CH4 (metana), N2, H2S dan NH3.
Contoh bakteri ini diantaranya adalah:
a. Escherchia coli dalam keadaaan tertentu menguraikan asam semut (HCOOH) menjadi CO2 dan H2O
b. Methanobacterium omelanskii dan Methanobacterium ruminatum menguraikan asam cuka (CH3COOH) menjadi metana (CH4) dan CO2.
c. Thiobacillus debitrificans menguraikan nitrat ataupun nitrit dan menghasilkan N2, sehingga menyebabkan tanah menjadi kurang subur. Proses ini dikenal sebagai proses denitrifikasi.
d. Clostridium sporageus menguraikan asam amino menjadi ammonia (NH3)
e. Desulfovibrio desulfuricans membusukkan bangkai serta menguraikan sulfat ditempat becek, hasilnya berupa hydrogen sulfide (H2S).

3. Bakteri pathogen
Bakteri pathogen adalah bakteri parasit yang menimbulkan penyakit hospes ‘ inang yang dihinggapi, contohnya sebagai berikut:


a. Parasit pada manusia:
- Salmonella thypi menyebabkan penyakit tifus.
- Vibrio comma menyebabkan penyakit kolera
- Clostridium tetani menyebabkan penyakit tetanus.
- Neisseria gonorrhoeae menyebabkan penyakit kelamin (kencing tanah).
- Neisseria meningitides menyebabkan penyakit radang seplaput otak.
- Pasteurella pestis menyebabkan penyakit pes (sampar)
- -Mycobacterium tubercolosis menyebabkan penyakit pneumonia (radang paru – paru)
- Mycobacterium leprae menyebabkan penyakit disentri.
- Treponema pertenue menyebabkan penyakit patek (framboesia).


b. Parasit pada tumbuhan
- Pseudomonas cattleyeae penyebab penyakit pada anggrek.
- P.solanacearum penykit pada pisang.
- Bacterium papaya penyebab penyakit pada papaya.


c. Parasit pada hewan ternak
- Bacillus anthracis penyebab penykit pada ternak.
- Mycobacterium bovis penyebab penyakit pada lembu.
- M.avium penyebab penyakit penyakit pada unggas.n cara mengubah bahan anorgnik menjadi bahan organic.

4. Bakteri apatogen
Bakteri apatogen adalah bakteri yang tidak menimbulkan penyakit pada hospes, contoh : Eschercihia coli dan Streptomyces greseus.
b) Bakteri Autotrof

Semua jenis bakteri autotrof mampu membuat makanan sendiri dengan Proses pengubahan dapat terjadi melalui dua cara, yaitu :


1. Foto autotrof.
Energy yang digunakan untuk menyusun bahan anorganik menjadi bahan organic adalah sinar matahari / cahaya.
Golongan fotoautotrof dibagi menjadi dua, yaitu bakteri hijau dan bakteri ungu.
Bakteri ijau memiliki pigmen hijau yang disebut bakteri oviridin dan bakterioklorofil.


2. Kemoautotrof.
Bakteri ini memperoleh energy dari bahan bahan kimia untuk menyusun bahan organic dari bahan anorganik.Contoh :Nitrosomonas, Nitro socytis, Nitrospira dan Nitrosococcus.

8. Gram positif

Karakteristik utamanya adalah tebalnya lapisan peptidoglikan pada dinding sel. Akibatnya, pada saat prosedur pewarnaan Gram, meninggalkan warna biru. Dinding sel Gram positif biasa ditemukan pada Actinobacteria dan Firmicutes.
Gram negatif

Tidak seperti dinding sel Gram positif, dinding sel Gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis. Hal ini menyebabkan lunturnya warna biru/merah muda saat disiram etanol. owhowh

9. Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

10. karakteristik fungi:
- eukaryot: inti punya membran dan kromosom. punya membran sitoplasma, DNA tidak punya kode tepat, ribosom, karbihidrat , hidrogen
-hypha : berseptum(peniccillum sp.), tek berseptum (Rhizopus sp.)
- multiseluler dan uniseluler
- tedak berklorofil(saprofit, symbiose)
-pseodophyta
- dinding sel dari glucans dan khitin
- dinding sel tidak mengandung selulosa
- tidak dapat bergerak

11.fungi yang merupakan mikroba :
- myxomycetes
-phycomycetes
-Ascomycetes

12. Protozoa biasanya berkisar 10-50 μm, tetapi dapat tumbuh sampai 1 mm, dan mudah dilihat di bawah mikroskop. Mereka bergerak di sekitar dengan cambuk seperti ekor disebut flagela. Mereka sebelumnya jatuh di bawah keluarga Protista. Lebih dari 30.000 jenis telah ditemukan. Protozoa terdapat di seluruh lingkungan berair dan tanah, menduduki berbagai tingkat trophic. Sebagai predator, mereka memangsa uniseluler atau berserabut ganggang, bakteri, dan microfungi. Protozoa memainkan peran baik sebagai herbivora dan konsumen di decomposer link dari rantai makanan. Protozoa juga memainkan peranan penting dalam mengendalikan populasi bakteri dan biomas. Protozoa dapat menyerap makanan melalui membran sel mereka, beberapa, misalnya amoebas, mengelilingi dan menelan makanan itu, dan yang lain lagi memiliki bukaan atau "mulut pori-pori" ke mana mereka menyapu makanan. Semua protozoa yang mencerna makanan di perut mereka seperti kompartemen disebut vakuola.

ciri ciri:
-unicelluler
-eukaryot
-terdapat fase parasit dalam fase hidupnya
- mempunyai beberapa alat gerak
-mempunyai inti mikro dan akro
-membiak dengan membelah diri atau mebentuk spora, dan kista

13. solasi mikroba dilakukan terhadap mikroorganisme
dari bagian kulit luar buah nenas, jeruk dan pala. Buah
jeruk dan nenas didiamkan selama 7 hari sedangkan
buah pala selama 1-3 minggu pada kondisi yang lem-
bab. Teknik isolasi yang dilakukan meliputi metode pe-
mupukan, metode gores kuadran dan gores langsung.
Isolât yang ingin diperoleh dari tahapan ini adalah isolât
kapang dan kamir, oleh karena itu media yang diguna-
kan untuk isolasi adalah media PDA yang telah diasam-
kan hingga pH 3,5 (APDA). Untuk pemeliharaan kultur
selanjutnya digunakan media PDA untuk mengisolasi E.colli dari tubuh ikan tersebut

14. pada fase pertumbuhan harus direkayasa sehingga dapat memperpanjang masa simpan hasil perikanan, karena dalam fase itu mikroba akan terus tumbuh dan berkembang biak dengan kecukupan nutrien yang ada sehingga dari mikroba tersebut terdapat pakan ikan yang lebih banyak adan dapat terus diberikan selaa fase pertumbuhan mikroba tersebut.

15. Kecepatan sel membelah diri paling cepat terdapat pada fase pertumbuhan logaritma atau pertumbuhan eksponensial, dengan waktu generasi pendek dan konstan. Selama fase logaritma, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya pada fase pertumbuhan yang mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, sehingga yang paling menguntungkan adalah pada fase logaritma yang menyebabkan bakteri tumbuh dengan pesat.

mungkin jurnal

belum lulus mabim neh...

Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Bahan Pakan Ikan
(A. Hadadi, Herry, Setyorini, A.Surahman, E. Ridwan)
11
PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT UNTUK BAHAN PAKAN IKAN
A. Hadadi, Herry, Setyorini, A.Surahman, E. Ridwan
Abstrak
Dewasa ini permintaan terhadap produksi perikanan budidaya guna memenuhi gizi masyarakat
semakin meningkat. Konsumsi ikan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan sekitar
4,6% pada tanuh 2003. Disamping itu, adanya wabah flu burung pada unggas pada tahun 2006 menjadikan
ikan sebagai sumber protein hewani yang cukup aman dikonsumsi. Kenaikan konsumsi ikan oleh masyarakat
tersebut berpengaruh sangat besar terhadap kenaikan produksi ikan mengingat Indonesia memiliki jumlah
penduduk yang sangat besar. Dengan meningkatnya produksi ikan terutama ikan budidaya maka secara
otomatis akan terjadi kenaikan permintaan pakan.
Untuk menghasilkan pakan yang bermutu maka ketersediaan bahan baku harus tetap terjaga secara
kualitas dan kuantitas. Disamping itu, bahan baku ini harus mudah diperoleh, tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia, ekonomis dan tersedia sepanjang waktu.
Limbah dan hasil ikutan industri pertanian seperti Bungkil kelapa sawit (BKS) merupakan sumber baku
pakan yang cukup banyak tersedia di Indonesia. BKS dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pakan
dengan berbagai perlakuan agar dapat dimanfaatkan oleh ikan.
Ada dua teknik yang diujicoba dalam perekayasaan ini, yaitu fermentasi BKS aplikasi pada ikan nila
dengan tiga pelakuan pakan A (30% BKS fermentasi); pakan B (30% BKS); pakan C (30% bungkil kedelai)
dan kultur maggot dari BKS aplikasi pada ikan lele dumbo dengan tiga perlakuan pakan I (100% maggot);
pakan II (50% maggot + 50% pakan formula lele); pakan III (100% pakan formula lele. Masing-masing
perlakuan dihitung nilai Survival Rate (SR), Feed Conversion Radio (FCR), Spesific Growth Rate (SGR) dan
persentase pertambahan berat badan ikan (%W).
Dari hasil perekayasaan ini di dalam hasil pengujian fermentase BKS pada ikan nila untuk pakan A
(SR= 68,8%; FCR= 2,76 ; 7,02% ; %W=138%); pakan B (sr=72,10% ; FCR= 2,19 ; SGR= 7,49% ; %W=
179%); pakan C (SR=77,03% ; FCR= 1,82 ; SGR= 7,83% ; %W= 222%). Sedangkan hasil pengujian
maggot pada ikan lele dumbo pakan I (SR= 82,38% ; FCR= 1,62 ; SGR= 18,22% ; %W= 319,89%); pakan
II (SR= 77,50% ; FCR= 1,16 ; SGR= 18,46% ; %W= 335,09%); pakan II (SR= 63,70% ; FCR= 1,16 ;
SGR= 18,46% ; %W= 335,09%) ; pakan III (SR= 63,70% ; FCR= 1,42 ; SGR= 18,08% ; %W= 261,25%).
Pengujian ikan nila yang beri formulasi paka B relatif lebih baik dari pakan C bila dilihat nilai SR, FCR,
SGR, %, tetapi masih lebih kecil dari pakan C yang digunakan sebagai kontrol. Namun perekayasaan ini
sudah mengindikasi bahwa BKS dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan ikan. Pengujian ikan lele dumbo
yang diberi pakan II mempunyai FCR lebih baik dibandingkan dengan pakan I dan III. Hal ini menunjukan
bahwa pemberian pakan campuran antara maggot 50% dengan pakan formulasi mempunyai pengaruh yang
positif.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini permintaan terhadap produk
perikanan budidaya guna memenuhi gizi masyarakat
semakin meningkat. Konsumsi ikan penduduk
Indonesia pada tahun 2002-2003 mengalami kenaikan
sekitar 4,6%, yaitu dari 21,57 kg/kapita/tahun menjadi
24,67 kg/kapita/tahun. Kenaikan ini berpengaruh
sangat besar terhadap kenaikan produksi ikan
mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang
sangat besar. Dengan meningkatnya produksi ikan
terutama ikan budidaya maka secara otomatis akan
terjadi kenaikan permintaan pakan.
Namun permintaan pakan yang cenderung
semakin tinggi sejalan dengan makin intensifnya
kegiatan budidaya, ternyata tidak diikuti dengan
meningkatnya penyediaan bahan baku, terutama
tepung ikan. Produksi tepung ikan dunia dalam lima
tahun terakhir kecenderungannya tetap, sehingga
perlu dicari alternatif penyediaan bahan baku selain
tepung ikan. Khususnya untuk di Indonesia, ternyata
hampir sebagian besar bahan baku pakan berasal dari
impor, yaitu sebesar 70-80%. Terdiri dari tepung
Jurnal Budidaya Air Tawar Volume 4 No. 1 Mei 2007 (11-18)
12
ikan, bungkil kedelai dan jagung. Oleh karenanya
mencari bahan baku lokal merupakan suatu
kemestian.
Untuk menghasilkan pakan yang bermutu maka
ketersediaan bahan baku harus tetap terjaga secara
kualitas dan kuantitas. Disamping itu, bahan baku ini
harus mudah diperoleh, tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia, ekonomis dan tersedia sepanjang
waktu.
Limbah dan hasil ikutan industri pertanian
adalah sumber baku pakan yang cukup banyak
tersedia. Bungkil kelapa sawit (BKS), merupakan
hasil ikutan industri minyak kelapa sawit, yang telah
umum dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan,
namun bahan pakan tersebut mempunyai faktor
pembatas, yaitu kandungan serat yang cukup tinggi
dan kualitas protein yang kurang baik, sehingga perlu
diolah agar lebih bermanfaat bagi pembudidaya ikan.
Fermentasi oleh jamur dan biokonversi BKS
menjadi magot, merupakan salah satu pengolahan
bahan pakan tersebut. Aktivitas dari jamur
memungkinkan terjadinya perombakan terhadap
komponen bahan yang sulit dicerna, sehingga terjadi
peningkatan nilai manfaat dari zat-zat makanan
produk pengolahan dibandingkan bahan asalnya.
Demikian pula halnya dengan biokonversi menjadi
produk biologis, yang merupakan sumber protein
hewani.
Trichoderma sp adalah jamur yang dapat
melakukan proses perombakan pada bahan yang
berserat tinggi. Jamur ini mempunyai sifat selulolitik
yaitu merombak selulosa menjadi sellubiosa yang
akhirnya menjadi glukosa. Serat kasar BKS dapat
diuraikan oleh jamur Trichoderma sp, hal ini akan
merubah susunan ikatan zat-zat makanan BKS,
sehingga kemungkinan akan mudah dicerna oleh ikan.
Berdasarkan hasil penelitian Ng et al. (2004),
BKS yang difermentasi oleh Trichoderma koningii,
menghasilkan peningkatan kandungan protein kasar,
yaitu dari 17% menjadi 32%. Penelitian tentang
penggunaan BKS sebagai pakan telah dilakukan oleh
Ng dan Chen (2002) pada ikan lele, hasilnya
pemberian BKS sebanyak 20% dalam pakan tidak
berpengaruh negatif pada pertumbuhan. Namun
pemberian 40% dengan ditambahakan asam amino Lmethionin
1,2% menjadikan lambat pertumbuhannya.
Hal ini mengindikasikan bahwa methionin bukan
satu-satunya limiting factor asam amino esensial
dalam BKS, namun perlu ada kombinasi dengan asam
amino esensial lainnya.
Pada tahun 2005, BBAT Sukabumi telah
melakukan rekayasa kultur magot dari BKS, hasilnya
positif magot dapat diproduksi dengan menggunakan
media kultur BKS yang sudah difermentasi. Dari
ujicoba pendahuluan hampir semua ikan air tawar
menyukai magot sebagai sumber makanan. Pada
benih ikan baung yang diberi pakan magot, cacing
rambut dan pakan komersial menunjukkan pengaruh
yang sama. Pada ikan lele dan ikan patin kombinasi
pemberian pakan buatan komersial dengan magot
menunjukkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang
terbaik dibandingkan dengan pemberian magot atau
pakan buatan komersial saja.
Berdasarkan dari permasalahan dan hasil ujicoba
sebelumnya, maka akan dilakukan perekayasaan
pemberian BKS dan BKS fermentasi pada
pembesaran ikan nila serta pemberian magot sebagai
pakan dalam usaha pembesaran ikan lele dumbo.
Dari hasil rekayasa ini diharapkan akan diperoleh
pakan yang murah guna mendukung usaha budidaya
ikan nila dan lele dumbo.
Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan
pakan murah dari bahan baku limbah sawit guna
mendukung dalam usaha pembesaran ikan nila dan
ikan lele dumbo.
Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Bahan Pakan Ikan
(A. Hadadi, Herry, Setyorini, A.Surahman, E. Ridwan)
13
Target
Diperoleh teknologi tepat guna dalam
penyediaan pakan ikan dengan menggunakan bahan
baku lokal, sehingga tersedia pakan yang mudah
didapat, harganya murah dan kontinyuitas terjamin.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan pada bulan
Januari-Desember 2006 di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar
Bahan dan Metode
Limbah Sawit
Limbah sawit yang dimaksud adalah bungkil
kelapa sawit (BKS) yang merupakan hasil ikutan atau
limbah dari pembutan minyak kelapa sawit.
Komposisi kimianya sangat bergantung pada keadaan
buah dan biji yang digunakan dalam proses
pengolahan minyak kelapa sawit. BKS ini
merupakan salah satu yang biasa digunakan dalam
ransum untuk ternak, seperti sapi, kuda dan babi.
BKS ini mudah menjadi tengik, terlebih apabila masih
mengandung banyak lemak. Secara kimiawi BKS ini
memiliki kandungan protein berkisar 17%, kandungan
lisin dan methionin relatif rendah dibandingkan
dengan sumber protein nabati lainnya, serat kasar
tinggi dan kemungkinan sulit dicerna oleh ikan.
Proses Fermentasi
Untuk meningkatkan kualitas BKS dilakukan
proses fermentasi. Dari kegiatan ini diharapkan
kandungan seratnya dapat dirombak ke dalam bentuk
yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna oleh
ikan, kandungan proteinnya dapat meningkat. Dalam
proses fermentasi ini akan menggunakan sumber
mikroba dan enzim fermentasi dari isi perut hewan
ruminansia, yaitu dari isi perut domba atau sapi.
Isi perut tersebut disaring, diambil cairannya
kemudian dicampur dengan bungkil sawit. Jumlah
cairan bibit fermentasi sekitar 10-30%. Campuran
bahan tersebut kemudian ditambahkan air agar proses
pengadukannya merata dan selanjutnya dimasukkan
dalam tong plastik. Untuk mempertahankan suhu
media, lingkungan disekitarnya dilengkapi dengan
sekam padi. Selama proses fermentasi dilakukan
pengecekan terhadap suhu dan pH media yang
dilakukan pada awal, pekanan dan akhir proses
fermentasi. Lama proses fermentasi ini berkisar 3-4
minggu.
Kultur Magot
Magot merupakan salah proses biokonversi, dari
bahan organik nabati dirubah menjadi organik hewani
dengan kandungan protein cukup tinggi. Magot yang
dibudidaya berasal dari larva insekta black solder,
Hermetia illucens. Insekta ini banyak ditemukan dari
daerah tropis hingga subtropis. Ukuran dewasa hidup
ditanaman rerumputan dan sari bunga sebagai sumber
makanannya.
BKS fermentasi disimpan dalam wadah jolang,
fibre glas atau bak semen, ditebar secara merata.
Dalam tempo seminggu biasanya sudah ditemukan
larva magot. Larva tersebut bisa dipelihara dalam
wadah sebelumnya atau dikumpulkan untuk dipelihara
dalam wadah lain, dengan setiap hari diberi makanan
berupa BKS fermentasi. Magot usia 10-14 hari sudah
bisa dipanen. Caranya dengan cara memisahkan
magot dari substrat, kemudian dicuci. Magot ini bisa
dilangsung diberikan ke ikan sebagai pakan,
disimpan dalam freezer atau dibuatkan dalam bentuk
tepung.
Ikan Uji
Ikan uji yang digunakan untuk mencoba pakan
dengan munggunakan BKS dan BKS fermentasi
adalah ikan nila. Ikan ini berasal dari ikan yang
dikembangkan di masyarakat. Ukuran awal ikan nila
berkisar 20-50 g/ekor. Sedangkan untuk menguji
Jurnal Budidaya Air Tawar Volume 4 No. 1 Mei 2007 (11-18)
14
magot sebagai pakan digunakan ikan lele dumbo,
dengan ukuran awal 10-20 g/ekor. Asal benih untuk
ikan nila dan lele dumbo berasal dari para
pembuidaya yang berkembang di masyarakat, dengan
maksud agar secara genetis tidak ada perbedaan antara
ikan uji dengan ikan yang dikembangan oleh para
pembudidaya sehingga hanya faktor pakan saja yang
jadi bahan kajian.
Formula Pakan Untuk Ikan Nila
dan Proses Pengujiannya
Ada tiga formula pakan yang akan diuji pada
pembudidayaan ikan nila, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Formula Pakan untuk Ikan Nila
BAHAN BAKU PERLAKUAN PAKAN (%)
A (BKSf) B (BKS) C (BK)
Tepung ikan 20 20 20
Tepung kedelai 0 0 30
Tepung BKSf 30 0 0
Tepung BKS 0 30 0
Tepung dedak 22,5 22,5 22,5
Tapioka/sagu 15 15 15
Minyak ikan 2 2 2
Minyak sawit 4 4 4
Vitamin mix 2,5 2,5 2,5
Mineral mix 4 4 4
Harga per kg (Rp) 3190,- 3160,- 4240,-
BKSf = Bungkil kelapa sawit fermentasi
BKS = Bungkil kelapa sawit
BK = Bungkil Kedelai
Prosedur pembuatan pakan sebagai berikut :
􀁸 Bahan pakan ditimbang sesuai dengan formula,
kemudian diproses dengan menggunakan mesin
untuk dijadikan pelet
􀁸 Pakan yang sudah berbentuk pelet dikemas agar
tidak mudah rusak dan tidak terkontaminasi.
􀁸 Pakan selanjutnya dilakukan analisa proksimat
di laboratorium
Pengujian pakan dilakukan di kolam keramba
jaring apung Cirata, dengan prosedur sebagai berikut:
􀁸 Menyiapkan wadah berupa jaring ukuran (6 x 6
x 3)m sebanyak 6 buah. Tiap wadah diisi ikan
nila hitam sebanyak 50 kg dengan jumlah ekor
kurang lebih 1.500-2.000 ekor.
􀁸 Untuk melihat bobot dan panjang standar
individu ikan pada saat penebaran, dilakukan
pengukuran dan penimbangan pada setiap
wadahnya dengan cara diambil sampel sebanyak
50 ekor.
􀁸 Jumlah pakan diberikan setiap hari sebanyak 5-
3% dengan frekuensi pemberian 3 kali
􀁸 Pemeliharaan dilakukan selama 2-3 bulan.
􀁸 Pada akhir pengujian dilakukan pengukuran
terhadap bobot ikan setiap wadah dan
penghitungan jumlah ekor, serta pada setiap
wadah diambil 50 ekor untuk diukur panjang dan
ditimbang bobot individu. Jumlah pakan selama
pengujian dicatat.
Pemberian Magot Pada Ikan Lele
dan Proses Pengujiannya
Ada tiga jenis pakan yang akan dilakukan
pengujian pada pembesaran ikan lele dumbo, yaitu :
magot 100% (A); magot 50% dan pakan formula lele
50% (B); dan pakan formula lele 100% (C). Setiap
perlakuan akan dilakukan pengulangan sebanyak dua
kali.
Jumlah pemberian pakan setiap harinya
sebanyak 10-3%, dengan frekuensi pemberian 3 kali,
yaitu pada pkl 08.00, 11.30 dan 16.00. Penyesuaian
jumlah pakan dilakukan setiap 1 minggu sekali
dengan menimbang ikan setiap wadahnya secara
sampling sebanyak 50 ekor.
Wadah pemeliharaan digunakan bak terpal
plastik berukuran 7x2,5x0,5 m sebanyak 6 buah.
Tiap wadah ditebar benih lele dumbo sebanyak
kurang lebih 20 kg dengan jumlah sekitar 2000 ekor.
Untuk menghindari adanya kanibalisme oleh
ikan lele yang memiliki pertumbuhan cepat sehingga
ukurannya lebih besar, maka pada umur 1 bulan
dilakukan pengecekan dan ukurannya yang lebih
besar tersebut ditangkap, dihitung dan ditimbang serta
dicatat pada setiap wadahnya.
Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Bahan Pakan Ikan
(A. Hadadi, Herry, Setyorini, A.Surahman, E. Ridwan)
15
Lama pemeliharaan hingga mencapai ukuran
konsumsi diperkirakan 75 hari. Pada akhir
pemeliharaan dilakukan pemanenan total, semua ikan
pada setiap wadah ditimbang dan dihitung, serta
diambil 50 ekor untuk melihat bobot dan panjang
individu.
Parameter Uji
Dalam kegiatan ini sebagai parameter uji adalah
:Bobot badan ikan akan diamati setiap pekan.
Sampling dilakukan terhadap 50 ekor ikan per kolam.
􀁸 Persentase penambahan berat badan ikan
dihitung dengan rumus:
((Wt2 – Wt1) / Wt1) X 100%
Wt1 : berat badan ikan di awal
Wt2 : berat badan ikan di akhir.
􀁸 Spesific growth rate (%) dihitung dengan rumus:
SGR = (log berat badan akhir – log berat badan
awal/lama hari pemeliharaan x 100)
􀁸 Survival rate (SR) dihitung dengan rumus:
SR = N/No x 100%
N : jumlah ikan pada akhir uji
No : jumlah pada awal uji
􀁸 Feed conversion ratio (FCR) :
ΣFt1,2 / (Wt2 – Wt1)
ΣFt1,2 adalah jumlah pakan yang diberikan
selama masa pemeliharaan
􀁸 Data kualitas air : Sebagai data tambahan,
kualitas air selama pemeliharaan ikan akan
dicatat, yaitu pada awal, pertengahan dan akhir.
Parameter yang diamati adalah suhu, oksigen,
pH, CO2, Alkalinitas dan NH3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian pakan dengan formula pakan
dari limbah sawit pada ikan nila yang dipelihara
dalam keramba jaring apung (KJA) selama 60 hari
disajikan pada Tabel 2. Hasil analisa proksimat pada
limbah sawit, limbah sawit fermentasi dan pakan
dalam bentuk pelet disajikan pada Tabel 3.
Hasil pengujian pemberian magot dan pelet pada
ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 4 dan hasil
pemantauan kualitas air pada media pemeliharaan
ikan nila dan lele dumbo disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Rekayasa pemberian pakan dengan
menggunakan bahan baku lokal berbasis limbah
bungkil sawit pada pembesaran ikan nila di KJA,
menunjukkan hasil sebagai berikut: ikan nila yang
diberi pakan pelet dengan bahan baku basis bungkil
kelapa sawit (BKS) relatif lebih baik dibandingkan
ikan nila yang diberi pelet bahan baku berbasis
bungkil kelapa sawit fermentasi (BKSf), baik dari segi
derajat kelangsungan hidup, rasio konvesi pakan, laju
pertumbuhan spsesifik dan persentase penambahan
bobot total. Namun apabila dibandingkan dengan
kontrol yaitu pakan dengan berbasis bahan baku
bungkil kedelai (BK) kedua jenis pakan jauh lebih
rendah (Tabel 2).
Perekayasaan ini sudah mengindikasikan bahwa
limbah bungkil sawit dapat dijadikan sebagai bahan
baku untuk untuk pakan ikan. Hal ini terlihat dari
adanya peningkatan pertumbuhan dan memberikan
FCR sebesar 2,19 pada ikan nila yang diberi pakan
BKS. Selain itu harga pakan jauh lebih murah
dibanding dengan pakan dengan menggunakan bahan
baku bungkil kedelai. Harga pakan per kg untuk
pakan BKS sebesar Rp 3160,-, BKSf Rp 3190,- dan
BK Rp 4240,-.
Dari hasil analisis proksimat (Tabel 3)
kandungan protein bungkil sawit fermentasi
menunjukkan sebesar 22,76%, bungkil sawit tanpa
fermentasi 17,45%, bungkil kedelai 43,5%.
Sedangkan kandungan protein sudah dlalam bnetuk
peletnya adalah sebagai berikut : BKSf 23,85%, BKS
22,18% dan BK 29,34%. Dari kandungan protein ini
terlihat bahwa bungkil kedelai demikian pula halnya
pelet yang berbasis bungkil kedelai merupakan yang
tertinggi sehingga wajar akan memberikan
pertumbuhan dan FCR yang paling baik terhadap
pertumbuhan ikan nila, karena yang menopang untuk
Jurnal Budidaya Air Tawar Volume 4 No. 1 Mei 2007 (11-18)
16
pertumbuhan sangat bergantung pada kandungan
protein pakan. Bungkil sawit fermentasi dan
BKSfnya kandungan proteinnya lebih baik
dibandingkan dengan bungkil sawit tanpa fermentasi
dan BKS, namun terhadap pertumbuhan ikan nila
ternyata yang lebih baik adalah ikan nila yang diberi
pakan BKS. Hal ini dimungkinkan karena protein
dalam BKSf walaupun tinggi namun sudah
terhidrolisis pada proses fermentasi sehingga protein
yang tinggi ini tidak cukup signifikan berpengaruh
terhadap pertumbuhan, karena proteinnya
kemungkinan kurang tercerna oleh ikan.
Tabel 2. Hasil Pengujian Pakan Limbah Sawit pada Ikan Nila di KJA selama 60 hari
TANAM PANEN
JENIS PAKAN BOBOT
(Kg)
JUMLAH
(ekor)
BOBOT
(Kg)
JUMLAH
(ekor)
BOBOT
PAKAN
(Kg)
SR (%)
FCR SGR (%) % W
BKS1 50 1500 140 1190 197.5 79.33 2.19 7.50 180.00
BKS2 50 1500 139 973 195 64.87 2.19 7.48 178.00
BS rata-rata 50 1500 139.5 1081.5 196.25 72.10 2.19 0.0749 179.00
BK1 50 1500 176 1161 210 77.40 1.67 8.06 252.00
BK2 50 1500 146 1150 190 76.67 1.98 7.61 192.00
BK rata-rata 50 1500 161 1155.5 200 77.03 1.82 0.0783 222.00
BKSf1 50 1500 105 777 175 51.80 3.18 6.68 110.00
BKSf2 50 1500 133 1287 195 85.80 2.35 7.36 166.00
BSf rata-rata 50 1500 119 1032 185 68.80 2.76 0.0702 138.00
BKSf = Bungkil kelapa sawit fermentasi SR = Survival Rate
BKS = Bungkil kelapa sawit FCR = Feed Consumption Ratio
BK = Bungkil Kedelai SGR = Specific Growth Rate
Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat Limbah Bungkil Sawit, Magot dan Pelet untuk Kegiatan Perekayasaan
KANDUNGAN PROKSIMAT (%)
BAHAN BAKU/PELET
AIR ABU PROTEIN LEMAK SERAT BETN
Bungkil sawit fermentasi 1.13 10.18 22,51 2.25 20.80 43.13
Pelet BKSf 12.01 23.66 20,99 11.75 8.24 23.35
Bungkil sawit 8.75 7.32 15.93 19.66 8.89 39.45
Pelet BKS 3.25 9.77 21.46 8.83 8.25 48.44
Pelet BK 8.96 13.83 26.71 8.92 9.20 32.38
Tepung Magot 11.10 14.30 40.01 14.92 19.53 0.14
Dalam bobot kering (kandungan air 0%)
Bungkil sawit fermentasi 0 10.30 22.76 2.28 21.04 43.62
Pelet BKSf 0 26.88 23.85 13.35 9.36 26.56
Bungkil sawit 0 8.02 17.45 21.55 9.74 43.24
Pelet BKS 0 10.10 22.18 9.13 8.53 50.06
Pelet BK 0 15.19 29.34 9.80 10.10 35.57
Tepung Magot 0 16.09 45.01 16.78 21.97 0.15
Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Bahan Pakan Ikan
(A. Hadadi, Herry, Setyorini, A.Surahman, E. Ridwan)
17
Tabel 4. Pemberian Magot dan Pakan Buatan pada Ikan Lele Dumbo
selama 2 Bulan (60 Hari) dalam Kolam Terpal Plastik (20 m2)
TANAM PANEN Σ PAKAN (G)
MINGGU
GRAM EKOR GRAM EKOR MAGGOT
(GRAM)
PELLET
(GRAM)
SR
(%)
FCR
SGR
(%)
% W
Magot 1 17100 2000 77100 1695 90600 0 84.75 1.51 18.34 350.88
Magot 2 18000 2000 70000 1600 90100 0 80.00 1.73 18.10 288.89
rata-rata 17550 2000 73550 1647.5 90350 0 82.38 1.62 18.22 319.89
M + P 1 19000 2000 83000 1500 37500 37500 75.00 1.17 18.44 336.84
M + P 2 19500 2000 84500 1600 37050 37050 80.00 1.14 18.47 333.33
rata-rata 19250 2000 83750 1550 37275 37275 77.50 1.16 18.46 335.09
Pelet 1 20000 2000 62200 1047 0 70850 52.35 1.68 17.75 211.00
Pelet 2 20000 2000 82300 1501 0 72250 75.05 1.16 18.40 311.50
rata-rata 20000 2000 72250 1274 0 71550 63.70 1.42 18.08 261.25
Keterangan : M + P = Pakan dalam bentuk magot dan pelet (50%)
Hasil perekayasaan ini apabila dibandingkan
dengan dengan hasil penelitian Ng et al. (2004)
hasilnya belum bisa menyamai. Dari hasil proses
fermentasi bungkil sawit menggunakan Trichoderma
sp yang dilakukan oleh Ng et al. (2004), mampu
meningkatkan kandungan protein kasar dari 17%
menjadi 32%. Perbedaan ini kemungkinan dari
proses fermentasi yang dilakukan oleh BBPBAT
masih belum sempurna, sehingga untuk kedepan perlu
dilakukan kajian dalam proses fermentasi bungkil
sawit sehingga diperoleh prosedur yang standar
dengan hasil yang maksimal.
Dari hasil perekayasaan pemberian magot,
dibandingkan dengan pelet dan campuran magot dan
pelet (Tabel 4) menunjukkan bahwa ikan lele dumbo
yang diberi pakan campuran magot dan pelet, masingmasing
50% jauh lebih baik pertumbuhan dan FCR
dibanding dengan magot atau pelet saja. Selanjutnya
diikuti oleh ikan yang diberi pelet dibanding dengan
magot saja. Adapun pelet yang digunakan adalah
pakan komersial dengan kandungan protein diatas
35%, yaitu pakan udang windu.
Pengaruh positif pemberian kombinasi magot
dan pelet terhadap pertumbuhan dan FCR pada ikan
lele dumbo, diduga oleh peran enzim pencernaan
yang terdapat dalam magot sehingg protein pakan
akan semakin mudah dicerna dan diserap oleh tubuh
ikan yang selanjutnya akan berdampak terhadap
cepatnya pada pertumbuhan dan pakan akan semakin
efisien. Kemungkinan lain akan semakin lengkapnya
komposisi asam amino esensial antara yang ada dalam
pelet dengan magot sehingga saling sinergi sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan dan FCR.
Hasil pengukuran kualitas air (Tabel 5 dan 6) di
KJA untuk pemeliharaan ikan nila dan lele dumbo,
mengindikasikan bahwa parameter kualitas air di KJA
terutama pada bagian permukaan airnya masih dalam
batas toleransi untuk pemeliharaan ikan nila. Adapun
kualitas air pada pemeliharaan ikan lele dumbo
mengindikasikan bahwa ikan lele dumbo mempunyai
toleransi cukup tinggi pada perairan walaupun
kandungan oksigen rendah dan kandungan amoniak
tinggi ternyata bisa tumbuh dan hidup normal.
Jurnal Budidaya Air Tawar Volume 4 No. 1 Mei 2007 (11-18)
18
Tabel 5. Data Kualitas Air selama Pemeliharaan Ikan Nila di KJA
P A R A M E T E R
WAKTU PENGAMATAN
SUHU
( °C )
PH
O2
(mg/l)
CO2
(mg/l)
ALKALINITAS
(mg/l)
NH3
(mg/l)
NO2
(mg/l)
Awal :(d=0 m) 29 6,5 4,2 26,07 64,84 0,12 0,006
(d= 6m) 29 7 2,52 21,73 96,06 0,21 0,027
Akhir(d=0 m) 27,5 7 6,7 20,07 67,05 0,11 0,019
(d= 6m) 27 7 1,66 21,73 86,45 0,14 0,022
Baku mutu 25-30 6,5-8,5 > 4 < 12 50-300 < 1 < 0,06
Keterangan : d = kedalaman
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kualitas Air dalam Wadah Uji Pakan Lele Dumbo dalam Kolam Terpal Plastik
PARAMETER
JAM STASIUN SUHU
(°C )
PH
O2
(mg/l)
CO2
(mg/l)
ALK
(mg/l)
NH3
(mg/l)
NO2
(mg/l)
25.4 7.50 4.15 24.60 112.50 0.96 0.174
08.00 Bak terpal 24.8 7.17 1.91 13.70 81.04 0.70 0.104
24.0 6.7 0.7 11.0 49,79 2.6 0.2
Rataan 24.73 7,12 2,25 16,43 81.11 1.42 0,159
Baku mutu 25-30 6,5-8,5 > 4 < 12 50-300 < 1 < 0,06
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai
berikut :
􀁸 Pakan dengan bahan baku limbah sawit dapat
digunakan untuk pembesaran ikan nila,
walaupun dari segi efektifitasnya masih kalah
dibandingkan dengan pakan dengan
menggunakan basis bahan baku bungkil kedelai.
Namun dari segi harga pakan ini jauh lebih
murah sehingga dapat dijadikan sebagai pakan
alternatif.
􀁸 Proses fermentasi limbah bungkil sawit mampu
meningkatkan kandungan protein kasar dari
17,45% menjadi 22,76%. Namun peningkatan
protein ini tidak menjadi otomatis berdampak
terhadap memcu pertumbuhan pada ikan nila
yang diberi pakan dengan bahan baku bungkil
sawit fermentasi.
􀁸 Pemberian kombinasi magot dan pelet masingmasing
50% memberikan pengaruh yang terbaik
pada pertumbuhan dan rasio konversi pakan
pada pembesaran ikan lele dumbo yang
dipelihara selama 2 bulan.
Sebagai saran adalah sebagai berikut :
􀁸 Perlu dilakukan perekayasaan guna sempurnanya
proses fermentasi limbah bungkil sawit sehingga
akan diperoleh kandungan protein yang
maksimal dan bahan tersebut dapat dicerna oleh
ikan.
􀁸 Untuk pembesaran ikan lele dumbo agar
diperoleh pertumbuhan dan FCR yang maksimal
disarankan diberi pakan kombinasi antara pelet
dan magot masing-masing 50%.
DAFTAR PUSTAKA
Ng, W.K. and Chen, M.L. 2002. Replacement of
soybean meal with palm kernel meal in practical diets
for hybrids Asian-Africancatfish. Aquaculture 12:
67-76
Ng et al. 2004. Researching the use of palm kernel cake
in aquaculture feeds. Fish Nutrition Laboratory,
Universiti Sains Malaysia. Penang.